Hadis Marfu’, Mauquf, dan Maqthu’

Hadis adalah perkataan, perbuatan dan taqrir Rasulullah saw terhadap sesuatu hal / perbuatan sahabat yang diketahuinya. Hadis merupakan sumber syari’at Islam yang nilai kebenarannya bersifat pasti (qoth’i) kebenarannya sebagaimana Al Qur’an, karena juga berasal dari tuntunan wahyu. Firman Allah swt: “(dan) Tiadalah yang diucapkannya (oleh Muhammad) itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapan itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS.An-Najm: 3-4)

Menurut Prof. Dr. H. A. Athaillah, M.Ag, sabda Nabi Muhammad saw tidak akan melampaui sifatnya sebagai kata-kata dan ucapan-ucapan manusia, tidaklah mengherankan jika kata-kata dan ucapan manusia terkadang terdapat beberapa persamaan antara yang satu dengan yang lainnya. Itulah sebabnya, kita kadang-kadang sulit membedakan antara sabda Nabi dengan tutur kata Ali bin Thalib atau tutur kata sahabat-sahabat yang lain.

Apabila kita mendengar sebuah hadis dibacakan, sulit bagi kita menerka apakah hadis itu marfu’ (sampai kepada Nabi saw) ataukah mauquf (terhenti sampai pada sahabat) ataukah maqthu’ (terputus hingga sampai tabi’in saja). Kita baru bisa membedakannya kalau kita mengetahui sampai di mana sanad-sanadnya berakhir.

Demikian pula kita sering terkecoh ketika mendengar untaian kata-kata indah, sehingga dengan terburu-buru menyebutnya sebagai sabda Nabi, padahal sebenarnya hanyalah ucapan dari seorang pujangga Arab. Misalnya saja, banyak orang yang salah dalam menerka untaian kata berikut: “Perut itu sarangnya penyakit, penjagaan adalah pangkal segala obat dan biasakanlah setiap tubuh itu dengan kebiasaannya.”

Di antara orang yang mendengar untaian kata ini tidak sedikit yang menduganya adalah sabda Rasulullah saw, padahal sebenarnya hanyalah ucapan dari seorang dokter Arab yang bernama Kildah. Contoh lain lagi adalah kata-kata hikmah yang berbunyi: “Siapa saja yang telah mengenal dirinya, maka sungguh ia telah mengenal Tuhannya.” Ada sebagian orang terutama dari kalangan sufi yang mengatakan kata hikmah tersebut sahih dari Nabi saw, padahal bukan.

Di sisi lain, sebagian orang kebingungan melihat jumlah pembagian hadis yang banyak dan beragam. Namun kebingungan itu kemudian menjadi hilang setelah mempelajari pembagian hadis yang ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan berbagai segi pandangan, bukan hanya dari satu segi pandangan saja.

Salah satu kajian pembagian hadis yaitu hadis dilihat dari segi sumber berita atau menurut sandarannya (dari siapa berita itu dimunculkan pertama kali) dibagi menjadi empat macam, yaitu hadis qudsi, hadis marfu’, hadis mauquf, dan hadis maqthu’. Makalah ini akan membahas mengenai tiga hadis terakhir tersebut.

Lihat makalah selengkapnya click here

Leave a comment